Distribusi Gas 3 Kg Amburadul, Pemkab Diminta Redefinisi Warga Miskin

Kamis, 24 Oktober 2019 - 21:08 WIB
Distribusi Gas 3 Kg Amburadul, Pemkab Diminta Redefinisi Warga Miskin
Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika menyesalkan gas elpiji di 3 kg dijual melampaui HET. Foto/Diskominfo Purwakarta
A A A
PURWAKARTA - Gerakan Masyarakat Moral Purwakarta (GMMP) meminta Pemkab Purwakarta membuat langkah strategis untuk menyelesaikan persoalan distribusi gas elpiji 3 kg. Di antaranya, meredefinisi warga miskin yang tidak hanya menekankan pada penghasilan, melainkan pada besaran take home pay.

Selain itu, menempatkan pengecer pada mata rantai distribusi secara legal. Sehingga diperlukan harga eceran tertinggi (HET) warung. Sementara saat ini HET gas bersubsidi diatur hanya pada tingkat pangkalan.

Sesuai peraturan Bupati Purwakarta Surat Keputusan (SK) bupati nomor 500/kep.374-perek/2019 HET ditetapkan harga Rp16.000/tabung untuk tingkat pangkalan.

"Tak hanya itu, pemerintah juga harus menyiapkan data masyarakat miskin dan pelaku usaha mikro yang berhak mendapatkan gas bersubsidi, termasuk masyarakat yang berpenghasilan di bawah Rp1,5 jutaper bulan. Pasalnya, saat ini para penyalur kesulitan dalam mengidentifikasi pembeli gas bersubsidi," kata Ketua GMMP Hikmat Ibnu Aril, Kamis (24/10/2019).

Kemudian, ujar dia, ada klasifikasi ASN yang dilarang menggunakan gas bersubsidi. Sebab, income ASN dipengaruhi oleh pangkat dan golongan. Fakta di lapangan, tak sedikit ASN yang sisa gajinya di bawah Rp1 juta, lantaran memiliki angsuran kredit di bank. Sehingga mereka bisa saja dikategorikan masyarakat miskin.

"Pertanyaan lainnya, jika masyarakat berpenghasilan di atas Rp1,5 juta/bulan dilarang mendapatkan gas bersubsidi, lalu, bagaimana dengan buruh pabrik yang saat ini sudah berpenghasilan Rp3,7 juta/bulan? Jika demikian, maka akan menimbulkan masalah baru. Ini perlu diperhitungkan," ujar dia.

Selain itu, GMMP juga meminta Pemkab Purwakata dan Hiswana Migas membuat formula pengawasan efektif. Misalnya melibatkan RT dan RW dalam mengawasi distribusi gas bersubsidi di tingkat bawah. Pasalnya, mereka adalah satu-satunya pihak yang tahu betul kondisi masyarakat di lapangan.

"Seperti ada SK langsung yang secara khusus mengawasi penyaluran barang-barang bersubsidi. RT dan RW itu lebih efektif, dan memiliki data lebih akurat tentang persoalan warga," tutur dia

Sementara itu, Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika, sempat menyesalkan masih banyaknya pedagang elpiji 3 kg dinilai tak mengikuti aturan yang berlaku soal HET.

“Padahal aturannya jelas, di tingkat agen (penyalur) itu harganya Rp14.500 per tabung. Sedangkan, di tingkat pangkalan Rp16.000,” ujar Anne, Kamis (24/10/2019).

Melihat aturan HET, bupati yang akrab disapa Ambu Anne ini menerangkan, jika ada pelanggaran mengenai ketentuan HET elpiji, pangkalan sebagai penyalur akhir harus dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Kalau harganya lebih dari ketentuan, berarti ada penyalahgunaan ketentuan. Artinya, yang menjual di atas HET harus mendapat sanksi,” ungkap Bupati.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.8948 seconds (0.1#10.140)