Menteri Sri Mulyani, Susi, dan Retno Berpeluang 2 Periode

Jum'at, 11 Oktober 2019 - 16:02 WIB
Menteri Sri Mulyani, Susi, dan Retno Berpeluang 2 Periode
Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri KKP Su5.si Pudjiastuti berpeluang dipertahankan di Kabinet Kerja 2019-2024. Foto/SINDOnews/Dok
A A A
JAKARTA - Sejumlah anggota menteri kabinet Presiden Jokowi periode pertama dikabarkan akan tetap berlanjut ke periode kedua.

Para anggota kabinet ini dianggap berhasil dan berprestasi mewujudkan arah kebijakan Jokowi. Namun ada juga anggota kabinet yang berpotensi dihentikan alias terlempar dari kabinet jilid II.

Direktur Eksekutif Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN) Yasin Mohammad menilai, menteri yang berlatarbelakang profesional berpotensi dilantik kembali. Pasalnya, mereka pantas dipertahankan karena nampak kinerjanya.

Yasin kemudian menyontohkan sosok Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Kata dia, meski Susi Pudjiastuti sempat membuat kebijakan kontroversial seperti melarang nelayan menggunakan cantrang, hal itu tak lain demi menjaga sumber daya laut. Apalagi berdasarkan studi yang pernah dilakukan, penggunaan cantrang dianggap merusak sumber daya laut dan ekosistem karang.

Hal lain yang perlu diapresiasi dari Susi, lanjut Yasin, adalah perang melawan illegal fishing. "Dalam konteks penenggelaman Ibu Susi paling tinggi. Prestasinya dalam law enforcement atau perang melawan illegal fishing patut diapresiasi," ujar Yasin, Rabu (9/10/2019).

Menteri lainnya yang berpeluang dilantik kembali adalah Sri Mulyani. Meski selama memimpin Kemenkeu, kebijakan Sri tampak kurang revolusioner, namun Sri dianggap terbukti menyeimbangkan neraca keuangan negara.

"Kunci keuangan negara itu ada di Ibu Sri Mulyani. Pola yang dimainkan adalah kebijakan ekonomi liberal. Membuka lebar-lebar akses investasi dari luar. Investasi ini dibuka dalam rangka menyeimbangkan neraca keuangan. Tidak ada kebijakan monumental, tapi di politik Sri Mulyani berpotensi di pilpres 2024," ujar dia.

Selain dua Srikandi di atas, kata Yasin adalah sosok Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Sejak awal penunjukan Retno sebagai Menlu justru banyak yang menyangsikan. Namun kerja kerasnya dalam berkomunikasi dengan negara-negara luar telah membuahkan hasil yang nyata.

"Pada awal-awal penunjukan Ibu Retno diragukan kemampuannya, termasuk komunikasinya dengan beberapa negara lain banyak diragukan. Tapi belakangan dia bisa menunjukkan seperti masuknya Indonesia sebagai Dewan Kehormatan di PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa)," imbuhnya.

Namun demikian, kata Yasin, Retno masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan. "Persoalaan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) masih banyak yang perlu diselesaikan," ungkap Alumnus Pascasarjana Universitas Paramadina itu.

Sementara kata Yasin, sejumlah menteri dari kalangan partai politik justru paling terancam. Mayoritas dari mereka jarang berprestasi dan memiliki terobosan baru. Ia menyontohkan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto yang menjabat Menteri Perindustrian.

"Saya kira belum ada yang berprestasi. Seperti Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian belum ada terobosan baru. Tidak ada perkembangan signifikan. Tidak bisa mendatangkan investasi di bidang industri. Stimulan-stimulannya tidak ada. Saya kira kinerjanya belum maksimal di bidang perindustrian," sebut dia.

"Apalagi Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Banyak melakukan kebijakan-kebijakan impor yang menimbulkan polemik. Justru sentimen negatifnya terhadap Enggartiasto Lukito lebih besar," imbunya.

Yasin juga menyoroti kinerja Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri. Mantan Sekjen PKB itu kata dia, justru tidak mampu melindungi buruh.

"Ya seharusnya Menaker itu banyak mengeluarkan peraturan menteri yang bisa menjawab persoalan-persoalan krusial. Berkaitan dengan buruh dan perlindungan kesejahteraan buruh. Dan Menaker sendiri tidak bisa menjawab persoalan-persoalan di buruh. Contoh kasus semisal soal PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besar-besaran di perusahaan Krakatau Steel," tegas dia.

Seharusnya kata dia, Hanif Dhakiri mampu membuat peraturan yang bisa melindungi para pekerja.

"Dia (Menaker) juga tidak bisa menjembatani antara pihak buruh dan perusahaan. Beberapa kasus yang parsial banyak sekali. Ada 4.000 buruh yang di-PHK masal, mereka datang ke Menaker, tapi menterinya manggil Direktur Krakatau Stell saja enggak bisa," tandas dia.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.9304 seconds (0.1#10.140)