Elemen Masyarakat Jabar Kutuk Keras Insiden Penusukan Wiranto

Kamis, 10 Oktober 2019 - 22:23 WIB
Elemen Masyarakat Jabar Kutuk Keras Insiden Penusukan Wiranto
FKIM mengutuk keras insiden penusukan terhadap Menkopolhukam Wiranto di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Kamis (10/10/2019). Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Elemen masyarakat di Provinsi Jawa Barat yang tergabung dalam Forum Komunikasi Indonesia Maju (FKIM) mengutuk keras insiden penusukan terhadap Menteri Politik Hukum dan HAM (Menko Polhukam) Wiranto di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Kamis (10/10/2019).

Insiden tersebut dinilai sebagai kejadian luar biasa dan mengejutkan seluruh bangsa Indonesia. Terlebih, insiden penusukan terhadap pejabat negara itu pun baru pertama kali terjadi di Indonesia. Pada masa Orde Lama, Orde Baru, bahkan di Era Reformasi saat ini, peristiwa semacam itu baru kali ini terjadi.

"Oleh karenanya, kami mengutuk keras insiden ini," Kata Ketua Umum FKIM MQ Iswara dalam konferensi pers di kawasan Jalan LRE Martadinata, Kota Bandung, Kamis (10/10/2019).

Meski begitu, Iswara mengemukakan, kejadian ini sekaligus membuka mata bangsa Indonesia bahwa intoleransi dan paham radikalisme masih mengakar di Indonesia. Apalagi, kata Iswara, sebelumnya beredar kabar terkait ancaman pembunuhan terhadap lima pejabat negara.

"Kejadian ini harus membuka mata kita semua bahwa intoleransi dan radikalisme masih ada di negeri yang kita cintai ini. Kejadian ini juga tidak muncul seketika. Sinyal (ancaman pembunuhan) itu dimulai pada pilpres (pemilihan presiden) di mana ada lima petinggi negara negeri ini yang diancam dibunuh dan Pak Wiranto salah satunya," ujar dia.

Menurut Iswara, pemerintah, terutama pihak kepolisian harus menyikapi serius insiden ini dan melakukan penindakan hingga ke akarnya. Pasalnya, pihaknya meyakini bahwa ada otak pelaku di balik insiden mengerikan ini.

"Ini pasti ada otak pelakunya, ada sutradra di belakanganya, maka harus ditindak habis. Polri jangan ragu-ragu," tutur Iswara.

Meski demikian, Iswara meyakini, insiden ini tidak ada hubungannya dengan pertarungan pendukung calon presiden di Pilpres 2019 lantaran hajat demokrasi di negeri ini sudah tuntas dengan terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo sebagai Presiden terpilih periode 2019-2024.

"Harus bisa dibedakan antara pertarungan pengusung nomor 01 dan 02 karena radikalisasi dan intoleransi ini berada di luar itu, sementara pilpres sudah selesai dan kedua belah pihak telah melakukan konsolidasi," tegas dia.

Setelah insiden tersebut, pihaknya berharap, pelantikan Presiden-Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024 Joko Widodo-Maruf Amin pada 20 Oktober 2019 nanti berjalan aman.

Pihaknya pun mengaku akan menghadiri agenda tersebut sebagai bentuk rasa syukur atas kemenangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin di Polres 2019.

"Anggota kami (FKIM<) itu ada ribuan, tapi ini bukan mobilisasi partai ya, tapi berkenaan dengan momen pelantikan," ungkap Iswara.

Disinggung isu yang menyebutkan bahwa insiden tersebut rekayasa seperti yang ramai dibicarakan di media sosial, Iswara membantah keras.

Dia menilai, terlalu mahal harganya jika insiden ini merupakan rekayasa. Apalagi, hingga saat ini, Wiranto dikabarkan masih dalam kondisi kritis dan belum sadarkan diri

"Terlalu mahal kalau ini setting-an (rekayasa) hingga mengorbankan Pak Wiranto yang kondisinya hingga kritis. Tidak mungkin ini merupakan by setting dari salah satu pihak," tandas dia.

Sementara itu, Ketua FKIM Budi Hermansyah menyatakan, insiden penusukan Wiranto merupakan kejahatan politik. Pasalnya, insiden ini menimpa petinggi negara dan bertepatan dengan momentum politik yang belum selesai.

"Ini bukan kriminal biasa, tapi sudah kejahatan politik karena kejadian yang menimpa pada pucuk pimpinan negara," kata Budi.

Budi menekankan, kejahatan politik yang dimaksudnya bukan sekadar asumsi, melainkan berdasarkan pada fakta yang terjadi karena pelaku dengan biadab menusuk seorang menteri.

"Artinya, ini bukan urusan pribadi lagi, mungkin ada kebijakan dari Pak Wiranto yang tidak sesuai dengan mereka yang pada akhirnya memutuskan dengan cara yang biadab," ujar dia.

Ketua FKIM lainnya, Komarudin Taher menambahkan, insiden ini merupakan kejadian kecil dari kemungkinan rencana kejahatan besar yang akan dilakukan kelompok radikal.

"Saya mengutuk keras intolerasi di negara yang toleran ini, jaringan radikalisme harus dihabisi di negara ini," tutur Komarudin.

Komarudin juga mendorong pihak kepolisian agar tidak ragu memburu kelompok radikal ini sebelum kejadian lebih besar yang dilakukan kelompok radikal ini kembali terjadi.

"Saya mendorong polri tegas, jangan ragu dalam mengambil keputusan terlebih pada jaringan radikalisme seperti ini," tandas dia.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.4882 seconds (0.1#10.140)