Serapan Anggaran Rendah, DPRD KBB Semprot SKPD

Rabu, 25 Juli 2018 - 10:30 WIB
Serapan Anggaran Rendah, DPRD KBB Semprot SKPD
Komisi III DPRD KBB saat memanggil sejumlah SKPD yang dianggap lelet dalam penyerapan anggaran, sehingga banyak program kerja tidak terlaksana yang berdampak anggaran menjadi Silpa dan pembangunan menjadi lambat. Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
BANDUNG BARAT - Komisi III DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) dibuat berang dengan temuan rendahnya serapan anggaran pada sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang ada di bawah pengawasan Komisi III. Hingga menjelang akhir semester satu, penyerapan anggaran baru sekitar 30%. Bahkan, ironisnya ada SKPD yang dalam beberapa item kegiatan penyerapan anggarannya masih 0%.

"Ada tujuh SKPD yang pengawasannya menjadi kewenangan Komisi III. Penyerapan anggaran mereka masih di bawah target, dampaknya masyarakat yang dirugikan," tegas Sekretaris Komisi III DPRD KBB Pither Tjuandys kepada SINDOnews, Rabu (25/7/2018).

Pither menyebutkan, dari tujuh SKPD pihaknya sudah memanggil Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kominfo, Dinas Perhubungan (Dishub). Dari hasil hearing dengan mereka diketahui bahwa penyerapan anggaran di DLH baru 37,06%, lalu di Kominfo sekitar 30-40%, sementara di Dishub masih ada item kegiatan yang serapan anggarannya masih 0%. Termasuk honor uang saku sebesar Rp93.250.000 yang masih utuh atau belum dibayarkan.

Berikutnya, Komisi III akan memanggil bidang ULP, Dinas PUPR, Kimrum, dan Bappeda. Dari informasi yang masuk ada beberapa program yang juga belum dilaksanakan sehingga berdampak kepada anggaran yang masih utuh, seperti bantuan program rumah tidak layak huni (Rutilahu), bantuan sarana ibadah, di bidang pertanian, peternakan, dan lain-lain.

Khusus untuk program Rutilahu tahun sebelumnya, dirinya juga banyak mendapat keluhan soal pemotongan dana babtuan yang asalnya Rp5 juta/keluarga namun diterima hanya Rp1,8-Rp2 juta.

"Ini menjadi catatan kami karena hampir di 16 kecamatan program Rutilahu rawan pemotongan dan kebocoran. Ini harus diawasi karena menyangkut hak rakyat dan konsultan jangan main-main sama kepala desa demi mencari kentungan," ujarnya.

Pihaknya tidak ingin anggaran yang sudah teralokasikan dalam DPA dan menjadi rencana kerja namun tidak terserap yang akhirnya menjadi Silpa. Jangan merasa takut salah atau melanggar aturan kalau memang sudah diprogramkan dengan benar. Sebaliknya, jika itu tidak dilaksanakan, kinerja masing-masing SKPD itu dinilai gagal karena hanya bisa mengajukan anggaran ke APBD tapi dalam realisasinya tidak ada. Di sisi lain, banyak SKPD yang membutuhkan anggaran namun tidak terpenuhi akibat terbatasnya anggaran di APBD.

"Kalau Silpa besar artinya SKPD telah gagal. Ini harus dikritisi apa alasan anggaran itu tidak terserap. Bupati terpilih dan Sekda juga harus menindak SKPD yang lambat, serta memberikan anggaran kepada SKPD yang benar-benar merealisasikan pelayanan publik," tandasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0764 seconds (0.1#10.140)