PLN Targetkan 99,9% Rasio Elektrifikasi di Tanah Papua 2020

Selasa, 08 Oktober 2019 - 00:07 WIB
PLN Targetkan 99,9% Rasio Elektrifikasi di Tanah Papua 2020
EVP Pengembangan Regional Maluku-Papua PT PLN (Persero) Eman Prijono Wasito Adi menunjukkan talis sebagai salah satu strategi percepatan 100 persen rasio elektrifikasi di Tanah Papua. Foto/Istimewa
A A A
BANDUNG - PT Perusahan Listrik Negara (PLN) Persero menyiapkan sejumlah strategi untuk menggenjot rasio elektrifikasi hingga 99,9 persen di Provinsi Papua dan Papua Barat pada 2020 mendatang.

Executive Vice President Pengembangan Regional Maluku-Papua PT PLN, Eman Prijono Wasito Adi mengemukakan, percepatan khususnya akan dilakukan di Provinsi Papua karena rasio elektrifikasi di Papua Barat sudah lebih tinggi.

"Sebagai bagian dari NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia), Papua juga harus terang. Jika nanti Papua sudah seluruhnya terang, maka program Papua Terang (yang dicanangkan) di tahun 2018 bisa dijadikan acuan untuk (program) Indonesia Terang," ungkap Eman dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (7/10/2019).

Eman melanjutkan, untuk mewujudkan tahun 2020 rasio desa berlistrik (RDB) di tanah Papua menjadi 100 persen, strategi percepatan yang akan dilakukan, di antaranya melistriki 899 desa dengan jumlah rumah yang akan dilistriki sebanyak 63.930 rumah di Papua dan Papua Barat.

Menurut dia, saat ini, sudah ada 111 sistem kelistrikan yang terdiri dari 16 sistem kelistrikan besar (di atas 2 megawatt/MW) dan 95 sistem kelistrikan kecil dengan kapasitas di bawah 2 MW di Papua dan Papua Barat

"Dengan sistem kelistrikan itu, di Papua dan Papua Barat sudah terdapat daya listrik sebanyak 327,65 MW, sedangkan beban puncaknya hanya sekitar 280,88 MW," sebutnya.

"Sedangkan tingkat rasio elektrifikasi sampai dengan Agustus 2019 di kedua provinsi itu kini mencapai 57,93 persen yang berasal dari tingkat elektrifikasi di Papua sebanyak 48,3 persen dan Papua Barat 91,50 persen," sambung Eman.

Eman menyatakan, pada 2020 mendatang, rasio elektrifikasi di Papua dan Papua Barat ditarget sedikitnya hingga 99,9 persen. Sedangkan rasio elektrifikasi di Indonesia per September 2019 sudah mencapai 98,86 persen.

"Upaya meningkatkan rasio elektrifikasi di Papua ini masih terhambat oleh masalah geografis berupa lokasi desa yang berjauhan dan minimnya jalur transportasi darat dan laut," ungkapnya.

Eman juga menyatakan, pihaknya tidak bisa berjalan sendiri untuk mewujudkan target tersebut. Oleh karenanya, PLN juga bekerja sama dengan sejumlah instansi lainnya, yakni Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), termasuk dalam bentuk corporate social responsibility (CSR) baik dari perusahaan maupun kontribusi pemerintah daerah (pemda).

"Berdasarkan survei yang dilakukan melalui program EPT (Ekspedisi Papua Terang) tahun 2018, ada salah satu perangkat dalam rangka pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) yang ditawarkan, yakni tabung listrik (talis) yang merupakan alat penyimpanan energi (energy storage) dan berfungsi seperti power bank yang dapat digunakan untuk melistriki rumah.

"Tabung listrik ini merupakan hasil kerja sama PLN dengan UI (Universitas Indonesia)," katanya.

Adapun fungsi dari talis itu adalah menyimpan daya listrik yang nantinya bisa digunakan masyarakat untuk menerangi rumah atau desanya. Sebuah tabung listrik yang berbobot sekitar 5 kilogram, bisa menampung daya listrik sebesar 300 watt hour (Wh) hingga 1.000 Wh.

"Penggunaannya pun cukup mudah, pemilik hanya tinggal memilih sistem AC atau DC dan tinggal dihubungkan dengan kabel lampu," jelasnya.

Sedangkan jika jika daya listriknya sudah habis, pemilik bisa mengisi ulang daya listriknya di PLTS, mikrohidro, pikkohidro, PLTA ataupun pembangkit listrik biomassa.

"Dengan menggunakan talis, masyarakat bisa berhemat dalam pemasangan jaringan listrik karena biaya pembelian dan pemasangan listrik dengan menggunakan talis hanya sekitar Rp3,5 juta. Sedangkan jika menggunakan jalur konvensional tarifnya biasa lebih dari Rp 4 juta," katanya.

Terpisah, alumni Program Studi (Prodi) Rekayasa Kehutanan Institut Teknologi Bandung yang juga seorang volunteer program EPT 2018, Iqra Hardianto Nur Ichsan,mengaku beruntung diikutsertakan dalam tim EPT.

"Selama ini saya hanya memperkirakan saja, tetapi setelah melihat kondisi yang sebenarnya, saya jadi paham akan yang terjadi di Papua," katanya

Setelah melihat langsung kondisi yang sebenarnya, Iqra mengaku memahami mengapa listrik di Papua belum bisa menyala secara maksimal di wilayah tersebut.

"Banyak kendala dan tantangan yang dihadapi dalam upaya memberikan fasilitas listrik bagi masyarakat di sana," katanya.

Dia mencontohkan kondisi wilayah Papua yang masih banyak sulit dijangkau dengan transportasi darat dan kebanyakan harus menggunakan jalur udara untuk menjangkau desa-desa di sana.

"Melalui survei, kami merekomendasikan sumber energi yang layak bagi sebuah desa, apakah menggunakan mikrohidro, pikkohidro, biomassa atau tenaga angin," sebut Iqra.
(abs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 6.7992 seconds (0.1#10.140)