Urban Farming Plus, Solusi Ketahanan Pangan Keluarga

Selasa, 01 Oktober 2019 - 12:37 WIB
Urban Farming Plus, Solusi Ketahanan Pangan Keluarga
Kepala DKPP Jabar Koesmayadi Tatang Padmawinata (kemeja putih) dan Bambang Jasnanto (kaus hitam) menunjukkan hasil urban farming plus BJ Center. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Istilah urban farming sepertinya tak asing lagi di telinga kita. Konsep bertani di lahan sempit itu kini mulai banyak dilirik orang seiring semakin sulitnya mendapatkan bahan pangan yang murah dan berkualitas.

Namun, apa jadinya jika konsep urban farming tersebut dikolaborasikan dengan teknologi terapan yang mampu menghasilkan produk pertanian yang lebih berkualitas? Tentunya, hal itu dapat membuka peluang lain. Bukan hanya memenuhi pangan keluarga, tapi juga menjadi ceruk bisnis yang menjanjikan di masa depan.

Satu tahun terakhir, konsep urban farming plus tersebut sukses diterapkan oleh Bambang Jasnanto. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarganya, Bambang juga sudah mampu menghasilkan nilai ekonomis dari hasil penjualan produk-produk urban farming plus-nya.

Dengan hanya memanfaatkan pekarangan rumahnya yang tidak begitu luas, Bambang mampu menghasilkan daging ayam, ikan, telur ayam, telur puyuh, hingga sayur mayur berkualitas. Meski berada di kompleks perumahan yang cukup padat, areal urban farming plus-nya tidak menyebarkan bau, sehingga tetangga pun tak terganggu.

"Kami menggunakan teknologi enzim activator yang dibuat dari buah-buahan asli Indonesia. Selain tidak menimbulkan bau, hasil urban farming kami pun kualitasnya di atas rata-rata," ungkap Bambang ditemui di rumahnya yang dikelilingi kandang ayam pedaging, ayam petelur, burung puyuh, kolam ikan, dan berbagai pot hidroponik berisikan tanaman sayur mayur di Jalan Riung Mukti Raya, Riung Bandung, Kota Bandung, belum lama ini.

Bambang bukanlah sosok yang pelit ilmu. Di rumah sekaligus workshop yang dinamai BJ Center, Bambang kemudian mengajak tetangga sekitar rumahnya untuk berbagi ilmu tentang urban farming plus itu. Bahkan, kini dia juga getol memberikan ilmunya lewat pelatihan singkat dengan mengundang siapa pun yang tertarik menerapkan urbang farming plus.

"Kami mengajak bertani, beternak di pekarangan sendiri. Alhamdulillah peminatnya banyak. Kami menamakan rumah ini sebagai supermarket pangan sehat," katanya.

Menurut Bambang, lewat urban farming plus, setiap keluarga sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. Jika dikalkulasi secara ekonomi pun, konsep ini tidak bakal membuat 'jatah dapur' membengkak. Sebaliknya, bisa lebih hemat bahkan berpeluang bertambah karena produk urban farming plus yang lebih sehat itu bisa dijual dengan harga yang menjanjikan.

"Hasil produksi kami bukan organik, kami sebut pangan sehat. Telur, jika dihargai, kami jual Rp3.500 per butir. Sementara daging ayam kami jual Rp70.000 per kilogram. Memang lebih mahal dibandingkan pasaran karena memang pangan yang kami jual menyehatkan," bebernya.

Dalam kesempatan itu, Bambang mencontohkan, untuk memelihara 100 ekor ayam pedaging, dirinya hanya membutuhkan kandang ayam dengan panjang dua meter, lebar satu meter, dan tinggi satu meter. Kandang tersebut dibuat dengan sistem rak empat tingkat, setiap rak diisi 25 ekor ayam pedaging.

"Menurut para ahli peternakan ini nggak masuk akal karena menurut mereka, maksimum diisi 16 ekor, tapi saya 25 ekor. Anehnya, hasil panen di sini rata-rata 1,6 kg, padahal normalnya hanya 1,3 kg itu sudah hebat. Nah, ini rata-rata 1,6 kg," paparnya.

Dengan modal hanya Rp2,7 juta untuk 100 ekor ayam, lanjut Bambang, omzet yang bisa dihasilkan rata-rata mencapai Rp10 juta dalam sekali panen. Selain bobotnya yang lebih berat, harga ayamnya juga lebih mahal karena lebih sehat dibandingkan ayam yang dijual di pasaran.

"Selain memaksimalkan pertumbuhan hewan ternak hingga tanaman, Enzim activator yang kami gunakan juga membuat kandungan gizi dari pangan yang kami produksi jauh lebih baik," katanya.

Kesuksesan Bambang dalam menghasilkan pangan berkualitas kemudian dilirik Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan (DKPP) Jawa Barat. Bahkan, DKPP Jabar kini menjadikan BJ Center sebagai model pengembangan ketahanan masyarakat, khususnya di wilayah perkotaan.

Kepala DKPP Jabar Koesmayadi Tatang Padmawinata mengatakan, upaya BJ Center dalam menghasilkan pangan berkualitas patut dicontoh masyarakat perkotaan di Jabar. Terlebih, laju pertumbuhan pembangunan di wilayah perkotaan kini telah mengeliminasi lahan pertanian dan peternakan. Akibatnya, masyarakat di perkotaan ke depan akan semakin kesulitan memenuhi kebutuhan pangannya secara mandiri.

Koesmayadi mengakui, meskipun terbilang tinggi, Skor Pola Pangan Harapan (PPH) di Jabar belum ideal, yakni masih di angka 86. Oleh karenanya, masyarakat perlu didorong untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Karenanya, Koesmayadi mengajak masyarakat perkotaan untuk menerapkan urban farming lewat program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL).

"Ini untuk mengantisipasi terbatasnya lahan dan mendongkrak skor PPH di Jabar. Sasaran kita adalah urban farming, yaitu bertani di lahan sempit dan menghasilkan produk yang unggul," katanya.

Lebih lanjut dia mengatakan, selama ini, masyarakat perkotaan selalu bergantung pada daerah produsen dalam memenuhi kebutuhan pangannya. Menurut dia, pemikiran tersebut kurang tepat lantaran masyarakat perkotaan pun sebenarnya memiliki kesempatan menghasilkan produk pangan yang bermutu, kendati lahan yang tersedia terbatas.

"Selama ini kota itu hanya sebagai pembeli saja. Padahal, kita juga bisa jadi produsen, tapi tentunya dengan menggunakan teknologi yang bisa diandalkan," katanya.

Dia menilai, teknologi yang diterapkan oleh BJ Center bisa dijadikan model yang dapat diaplikasikan masyarakat di rumahnya masing-masing. Apalagi, lewat teknologi enzim activator, masyarakat yang ingin menjual produk urban farming plus-nya itu tak perlu adu harga dengan produsen lainnya karena pangan sehat yang dihasilkannya mempunyai segmen pasar tersendiri.

"Trade mark sehat ini bisa mendongkrak harga yang spesial di luar yang biasanya. Memang lebih mahal, tapi kualitasnya kan di sini bisa dilihat, dari hasilnya bagaimana, keunggulan nutrisi yang dihasilkan dari lahan yang sempit," paparnya.

Tidak hanya itu, konsep urban farming plus ini pun diyakininya mampu mengendalikan harga kebutuhan pangan, khususnya saat memasuki hari-hari besar saat permintaan melonjak dan distribusi pangan kerap terhambat yang mengakibatkan harga pangan meroket.

"Kini, kami terus berupaya menyebarkan teknologi yang dimiliki oleh BJ Center ini, agar lebih banyak lagi masyarakat yang menerapkan konsep urban farming seperti ini di Jabar," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.1986 seconds (0.1#10.140)