Gagal Panen, Petani di KBB Jadi Pemulung untuk Penuhi Kebutuhan Sehari-hari

Rabu, 25 September 2019 - 15:33 WIB
Gagal Panen, Petani di KBB Jadi Pemulung untuk Penuhi Kebutuhan Sehari-hari
Kondisi lahan pertanian yang mengering mengakibatkan petani di Padalarang, KBB, gagal panen sehingga petani terpaksa beralih profesi menjadi pemulung untuk menyambung hidup. Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
BANDUNG BARAT - Sejumlah petani di wilayah Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), mengalami kerugian jutaan rupiah akibat kemarau yang berdampak kepada gagal panen. Warga meminta pemerintah daerah khususnya Dinas Pertanian untuk menggulirkan bantuan mengingat akibat gagal panen ada petani yang terpaksa alih profesi menjadi pemulung.

"Sejak pemilu waktu itu hujan tidak turun. Kalau turun juga sebentar, nggak ada pengaruhnya. Makanya hasil tani semuanya gagal panen," kata petani di Kampung Langkob, Desa Ciburuy, Kecamatan Padalarang, KBB, Rohaeni, Rabu (25/9/2019).

Menurut Rohaeni, lahan pertanian miliknya dan anaknya seluas sekitar 4 hektare kini mengering, padi yang ditanam dipastikan tidak akan bisa dipanen. Kekeringan ini dikarenakan pasokan air ke area persawahan di wilayahnya tidak ada seiring dengan menyusutnya debit air di Situ Ciburuy. Padahal, air dari situ tersebut menjadi tulang punggung bagi puluhan hektare sawah di Kampung Langkob.

Dirinya berharap kondisi ini mendapatkan perhatian dari pemerintah ataupun dinas pertanian. Bertani adalah ladang usaha satu-satunya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kini, karena panen padi tidak bisa diharapkan, dirinya terpaksa menjadi pemulung untuk mengumpulkan botol plastik atau kardus bekas untuk dijual. Itu dilakukan karena tidak ada pilihan lain demi menyambung hidup.

"Untuk lahan ibu karena gagal panen, kerugiannya Rp3 juta, belum punya anak ibu sekitar Rp4 juta. Untuk menyambung hidup ya terpaksa mengumpulkan barang bekas buat dijual," tuturnya yang didampingi sang suami, Edi.

Profesi memulung sudah dilakukan sejak empat bulan lalu. Sang suami ikut. Hasil yang diperoleh setiap harinya tidak besar, hanya sekitar Rp10.000-Rp15.000. Uang itu hanya cukup untuk membeli beras, sedangkan untuk lauk pauk biasanya dirinya meminta ke anak, itu pun jika ada. Ini dikarenakan kondisi ekonomi anaknya pun pas-pasan, ditambah lagi dengan datangnya gagal panen yang membuat tidak bisa menjual hasil padinya.

"Ya ini terpaksa mau gimana lagi, ngumpulin botol bekas nggak malu yang penting halal. Semoga saja musim hujan cepat datang dan ada bantuan dari pemerintah kepada para petani yang mengalami gagal panen," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.8793 seconds (0.1#10.140)