#2019GantiPresiden Disebut Makar, Ledia PKS: Nggak Usah Paranoid dan Baper

Sabtu, 01 September 2018 - 11:55 WIB
#2019GantiPresiden Disebut Makar, Ledia PKS: Nggak Usah Paranoid dan Baper
Ketua Bidang Humas DPP PKS Ledia Hanifa Amaliah. Foto/SINDOnews/Agung Bakti Sarasa
A A A
BANDUNG - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kembali angkat bicara soal tudingan pihak penguasa yang menyebut gerakan #2019GantiPresiden sebagai perbuatan makar.

Tudingan yang disampaikan Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Ali Mochtar Ngabalin itu dianggap sebagai ketakutan berlebihan pihak penguasa yang merasa terancam kehilangan kekuasaan.

"Dibilang makar di mana letaknya itu? Yang harus diketahui, apakah ada rencana penggulingan? Nggak kan. Nggak usah paranoid, Nggak usah takut lah, nggak usah baper juga kali," ujar Ketua Bidang Humas DPP PKS Ledia Hanifa Amaliah kepada SINDOnews, Sabtu (1/9/2018).

Ledia menilai, bila gerakan #2019GantiPresiden dianggap makar, tentunya harus ada indikator-indikator yang menunjang bahwa gerakan tersebut memang masuk ke dalam kategori makar.

"Kalau dia menyebut makar, harusnya dia juga menyebutkan bukti-bukti karena kalau makar tidak bisa asal tuduh, ada aturan-aturannya, berkategori makar atau tidak," paparnya.

Anggota Komisi VIII DPR RI asal daerah pemilihan (dapil) Kota Bandung dan Kota Cimahi itu menegaskan, pemerintah sebagai penguasa tak perlu merasa takut dengan gerakan #2019GantiPresiden.

Terlebih, kata Ledia, konstitusi telah mengatur bahwa pergantian presiden memang ditetapkan lima tahun sekali dan 2019 menjadi momentumnya.

"Nggak usah takut dengan #2019GantiPresiden karena memang wajar setiap lima tahun ganti presiden. Kalaupun yang lama terpilih lagi, kan itu beda periode. Tapi buat per lima tahun itu, pergantian presiden sudah biasa dan yang menjamin adalah konstitusi," jelasnya.

Ledia menyesalkan sikap penguasa yang menyebut gerakan #2019GantiPresiden sebagai tindakan makar. Dia menyatakan, tudingan tersebut akhirnya membuat pemerintah menjadi represif.

"Dan, ketika represif akan menjadi otoriter, dan itu bukan demokrasi. Nggak ada bedanya dengan Orde Baru. Apa karena hashtag ujug-ujug diganti? Kan nggak, ada hashtag atau tidak kita tetap ganti presiden tahun 2019," tegas Ledia.

Ledia menambahkan, gerakan #2019GantiPresiden juga tidak dapat disalahkan. Bisa disebut makar jika hastag tersebut diganti menjadi #2018GantiPresiden karena kalau 2018 ganti presiden itu tidak sesuai konstitusi.

"Karenanya, pemerintah nggak perlu juga bersikap represif dengan gerakan #2019GantiPresiden," tandasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6026 seconds (0.1#10.140)